Selasa, 10 Januari 2012

Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan


Bertempat tinggal dan hidup dilingkungan sekitar dengan beragam atau bermacam suku yang berbeda tentu mempunyai perbedaan satu sama lain. Tapi hal itu tidak membuat kita tampak berbeda. Suku memang boleh berbeda, tapi kita tetap sama sebangsa. Mengingat perbedaan antar individu terkadang sulit untuk membuat satu, tapi karena terbiasa maka terciptalah kebudayaan yang mengakar yang membuat kita terbiasa satu sama lain. Seperti dilingkungan tempat saya tinggal terdapat beberapa budaya yang mengakar, diantaranya seperti:
Bersalaman dengan orang tua atau orang yang lebih tua disaat kita bertemu. Kebudayaan semacam ini masih terus mengakar dilingkungan saya. Dinilai sopan dan santun ketika bertemu dengan orang yang lebih tua lalu kita mencium tangannya.
Larangan keluar rumah disaat magrib tiba. Kebudayaan semacam ini masih dipatuhi oleh masyarakat disekitar lingkungan saya, dimana ketika azan tiba semua orang masuk kedalam rumah dan tidak ada lagi yang berkeliaran di luar rumah, dimana semua aktifitas mereka dibrhentikan karena harus melaksanakan solat magrib. Bahkan ada yang mengatakan jika masih duduk di teras saat magrib akan mendatangkan penyakit yang konon disebut dengan “angin duduk”. Dan sampai sekarang masyarakat sekitar masih terus mempercayainya.
Melaksanakan nuju bulan. Masyarakat sekitar menganggap nuju bulan adalah dimana ketika seorang ibu hamil sedang mengandung anak yang berumur tujuh bulan dalam kandungan maka ia harus melaksanakan adat “nuju bulan”. Adat dimana melakukan semacam pengajian untuk mensyukuri janin yang telah dikandung sudah menjadi daging. Padahal jaman dahulu nuju bulan adalah dimana seorang ibu hamil yang melaksanakan pengajian ketika janin yang dikandung berumur empat bulan dalam kandungan, dan pada saat janin berusia empat bulan tersebut diartikan bahwa janin yang dikandung telah ditiupkan ruh nya. Maka dari itu mereka melaksanakan semacam syukuran.
Melaksanakan tahun baru dengan acara bakar-bakar ayam atau ikan, dengan petasan, atau pergi jauh untuk mencari keramaian perayaan tahun baru diluar. Tradisi ini masih berlanjut hingga sekarang, terutama bagi kalangan kaum muda, dimana ia masih ingin hura-hura dan ingin mencari suasana baru saat pergantian malam tahun baru tanpa memikirkan akibatnya. Efek positif mungkin mereka mendapatkan kesenangan tersendiri saat ada perayaan tahun baru tetapi efek samping atau negatifnya ialah terkadang tahun baru sering mendatangkan bencana kecelakaan, karena terlalu padatnya jalan raya. Kaum muda jarang yang berfikir saat tahun baru lebih baik dirumah atau istiqomah dimasjid untuk bersyukur dan berdoa agar kedepannya harus lebih baik lagi.
            Begitulah sedikit tentang kebudayaan yang mengakar sampai sekarang dilingkungan sekitar saya. Kebudayaan yang sampai sekarang masih terus berlangsung yang dijadikan sebagai tradisi bahkan keharusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar